Yahya Waloni tak diakui MUI sebagai ustaz, ilmunya masih kurang
Ketua Majelis Ulama Indonesia atau MUI, Cholil Nafis turut buka suara atas kasus penistaan agama yang belakangan membelit penceramah kontroversial, Yahya Waloni. Cholil secara tak langsung mengatakan, Yahya tak bisa dikategorikan sebagai ‘ustaz’ lantaran ilmunya yang masih terbilang kurang.
Pada program Apa Kabar Indonesia Malam yang tayang di tvOne, label ‘ustaz’ seharusnya tak diberikan ke sembarang orang. Bahkan, di Timur Tengah, status tersebut hanya diberikan kepada penceramah yang telah menyelami ilmu agama di kolam akademik.
“Ini gampangnya saja orang disebut ustaz. Kalau di Timur tengah, ustaznya sekelas profesor. Di sini, orang sering ke masjid lalu jadi takmir masjid, sudah jadi ustaz. Jadi, ya men-downgrade lah, memperendah istilah ustaz itu sendiri,” ujar Cholil, dikutip dari Gelora, Minggu 29 Agustus 2021.
“Ini yang sering saya sampaikan bagi teman-teman yang baru jadi mualaf, sampaikan yang tahu, yang pasti benarnya. Yang kemudian, jangan menjelekkan agama yang pernah dipeluknya. Apalagi membenturkan agama yang baru yang diyakini dengan agama yang pernah dipeluknya itu,” lanjutnya.
Lebih jauh, Cholil menambahkan, pihaknya memiliki standar bagi penceramah di Indonesia. Meski demikian, MUI tak bisa melarang seseorang untuk jadi penceramah atau dipanggil ustaz.
Sebab, menurutnya tidak ada aturan yang membuat MUI mesti melarang. Apalagi, aktivitas keagamaan di kehidupan masyarakat sehari-hari juga tak bisa dipantau hingga dilarang.
“MUI memberikan standar kompetensi bagi penceramah, karena kami tidak bisa melarang penceramah. Mereka bikin acara sendiri, mengundang siapa yang diundang, tidak bisa kita batasi.”
“Berbeda dengan negara sebelah seperti di Malaysia atau Brunei memang ada ketentuannya. Di kita tidak bisa melarang,” tuturnya.
Yahya Waloni tak dianggap ustaz MUI
Menariknya, presenter acara kemudian bertanya kepada Cholil, apakah Yahya Waloni pantas disebut ustaz? Lantas, Cholil menjelaskan, MUI memiliki kriteria sendiri untuk memastikan penceramah layak disebut ustaz atau tidak. Namun, yang pasti, Yahya tidak masuk ke dalamnya.
“Kalau itu (Yahya Waloni) bukan ustaz berstandar MUI. Kalau di luar disebut ustaz sangat luas tentang terminologi ustaz,” tegasnya.
Cholil juga menyarankan, ketimbang mengundang penceramah yang gemar memaki-maki agama lain, bakal lebih baik jika masjid atau kelompok masyarakat mengundang penceramah yang menyejukkan hati, dan mampu menebar inspirasi kepada umat.
“Undanglah penceramah-penceramah yang memberikan inspirasi. Penceramah-penceramah yang memang mengerti agama. Bukan yang memprovokasi,” kata Cholil.[hops]